Lemah lembut tutur katanya. Setiap mengemukakan pendapat, selalu dengan intonasi kalem dengan ekspresi wajah yang bersahabat. Itulah sosok Tursina Andriani sewaktu masih duduk di SMPN 35 Surabaya.
Sikapnya yang demikian itu menjadikan ia mendapat julukan “Putri Solo”. Selain kelemah lembutan tutur katanya, ia pun selalu patuh dengan apapun yang orangtuanya katakan, dan tak pernah mempermasalahkan apa kata orang mengenai penampilan sederhananya.
“Saya sekarang bukan ‘Putri Solo’ lagi,” kata Tursi, panggilan akrabnya.
Dara yang lahir di Jombang, Jawa Timur, Senin, 15 November 1992, itu memang menjadi sosok sedikit berbeda dibandingkan dengan sewaktu masih duduk di SMP. Seiring bertambahnya usia, gelar “Putri Solo”-nya itu pun luntur. Kini, ia berubah menjadi gadis yang gaul dan fashionista. Kulitnya dulu yang eksotis berubah warnanya menjadi putih hanya demi mengejar status ‘cantik’ yang didoktrikkan oleh iklan-iklan produk kecantikan (cantik itu harus putih). Meskipun sudah banyak yang berubah dari imejnya silam, ia masih tetap menjalin persahabatan dengan orang-orang yang ia percaya mampu dijadikan sahabat sejati. Tetap asyik diajak berbagi kisah dan cerita, baik suka maupun duka.
Kini, ia menjadi aktivis mahasiswa Universitas Hang Tuah Surabaya. Bicaranya masih kalem, namun tegas dan lugas. Maka, tidak heran jika ia disegani oleh teman-teman kampusnya. Dihormati oleh “lawan-lawan politik”nya di kampus. Ia pun ingin menjadi anggota DPR yang bersih kelak.
Hobinya pun kini jauh dari imejnya dulu. Kini ia gemar dengan hal-hal yang perlu nyali besar, seperti mendaki gunung dan menjelajah. Terakhir ia bersama rekan-rekannya mengunjungi gunung Bromo. Ia mempunyai mimpi dapat menginjakkan kaki di Macau, Cina, suatu hari nanti.
“Saya punya mimpi dari dulu, bahwa suatu hari nanti saya bersama suami saya pergi ke Macau dan menetap di sana. Karena menurut saya, Macau memiliki pemandangan dan suasana yang sangat romantis,” ia pun terlihat tersipu-sipu.
Untuk urusan percintaan, ia mengaku sudah pernah menjalin hubungan dengan lebih dua puluh kali.
“Memang benar, kalau semasa hidup saya pernah berpacaran lebih dari dua puluh kali, tapi kebanyakan masih dalam taraf cinta monyet,” ujarnya yang langsung diikuti ketawa kecilnya. Sejak 6 SD ia mulai “berpetualang” mencari cinta sejatinya.
Bukan dikarenakan ia merupakan tipikal perempuan yang gampang untuk jatuh cinta, melainkan mayoritas dari pacar-pacarnya itu menyakiti perasaannya. Membuat ia merasa dipermainkan. Ia paling membenci orang yang berkhianat. Terlebih dalam urusan ‘cinta’.
“Prinsip sebuah hubungan bagi saya yakni harus adanya kepercayaan satu sama lain. Apabila salah satu yang sudah berani menghianati kepercayaan pasangannya, maka hubungan tersebut susah untuk dilanjutkan. Ya, meskipun masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Tapi bagi saya, sekali berkhianat, akan terus berkhianat dan hal itu susah untuk dirubah begitu saja,” ujar gadis yang sangat menyukai film Punk In Love tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar